Inilah kelebihan dewa, ia bisa menitis ke siapa saja dan apa saja sekaligus ia juga memegang pemerintahan di kahyangannya ( bidangnya ).
Sambil menitis jadi batara Wisnu putra dewa Manikmaya, ia juga memimpin kahyangan Jamur Dwipa.
Wisnu kecil sudah menampakkan kesaktiannya.
Sebagai titisan Ismaya dan putra Manikmaya, ia memiliki kesaktian dari keduanya.
Keempat kakaknya sudah bertugas dikahyangan masing masing.
Dewa Manikmaya sebagai orang tua sudah memiliki pandangan dibidang mana kelak putra kelimanya ini berkahyangan.
Yang merasa berat adalah ia titisan dari saudara tuanya.
Iapun tak berani sembarangan memberi kahyangan pada Wisnu.
Sebenarnya putra sulung dewa Manikmaya adalah batara Cakra dan Wisnu adalah putra ke enam secara urutan.
Sebagai putra sulung ia tahu akan kesulitan ayahnya.
Ia tahu akan kewajiban ayahnya dalam membantu saudara tuanya dewa Ismaya dan Tejamaya.
Penitisan Ismaya pada adiknya membuat ia terpanggil untuk membantu paman Ismaya di dalam diri adiknya. Kahyangan batara Cakra tak jauh dari Jonggring Saloka, sudut utara karena ia memang bertugas dibidang sastra dan bahasa dewa.
Seperti pamannya, ia juga mampu menjelma menjadi senjata ampuh sekaligus sambil bertugas dikahyangan.
Mewakili ayahnya ia benar benar menjelma jadi senjata ampuh yang membantu tugas dewa Wisnu.
Senjata itu dikenal dengan senjata Cakra, karena penjelmaan dari batara Cakradewa.
Setelah remaja Wisnu diberi kewenangan membangun kahyangan sendiri oleh ayahnya.
Berangkatlah ia bersama pasangan sejatinya Sri Laksmi berkelana mencari tempat yang cocok untuk mendirikan kahyangan.
Tersebutlah di laut utara Jawa berdiri kerajaan jin laut sangat sakti ( jin Naga Sakti / Nagasura ).
Wilayahnya dari laut Jawa hingga laut China Selatan dan Laut Kuning.
Berbagi kekuasaan dengan dewi Urang Ayu.
Dewi Urang Ayu berkuasa di sisi positif, raja jin Nagasura disisi negatif.
Untuk mencegah suasana ekstrim dari keduanya dibutuhkan adanya penengah atau penetral antara dua kutub positif dan kutub negatif.
Di sinilah peran dewa Ismaya yang ada dalam diri Wisnu putra Manikmaya.
Dwi fungsi utama dewa Wisnu putra Manikmaya sebagai pemelihara alam sekaligus penghubung antara alam Tejamaya / Brahma dengan alam Manikmaya / Syiwa sebagai Wisnu titisan / jelmaan Ismaya menjadikan dewa Wisnu sangat sakti. Tiada jin yang sesakti dewa Wisnu putra Manikmaya titisan Ismaya ( di level ini ). Demikian juga dewi Sri Laksmi, saktinya sama dengan dewa Wisnu.
Kesaktiannya hampir hampir menyamai kesaktian gabungan Ismaya dengan Manikmaya.
Sudah aturan dewa dan jin setiap pertarungan harus pada level yang sama.
Dalam memperebutkan kepercayaan dari manusia jin dan dewa berhadapan dalam kesaktian sekelas.
Di kelas ini dewa Wisnu dan dewi Laksmi tersakti dikelasnya.
Karena kesaktiannya ia mudah mendapat izin dari jin Nagasura dan dewi Urang Ayu untuk membangun kahyangan di atas laut Jawa, tidak di langit dan tidak di laut melainkan tepat ditengah tengah.
Pasangan dewa Wisnu adalah dewi Sri Laksmi atau Sri Widowati.
Berbeda dengan manusia dan jin, pasangan dewa sudah ditentukan bahkan sebelum dilahirkan.
Sri Laksmi dengan dewa Wisnu berpasangan sudah dari dalam kandungan.
Alias Sri Laksmi adalah saudara kandung kembar Wisnu.
Jika Ismaya menitis ke Wisnu sudah otomatis Kanastren menitis ke Sri Laksmi.
Menurut kacamata metafisika pewayangan.
Pasangan dewa dewi bagaikan dwitunggal dua didalam satu, tak terpisahkan atau tak dapat dipisahkan satu sama lain selamanya.
Tidak ada hukum metafisika yang mengatakan dewa dikawin jin atau manusia.
Yang ada adalah hukum jin.
Hukum metafisika jin lah yang bebas apa saja, anak mengawini bapak, ibu mengawini anak atau selingkuh bahkan merampas pasangan lain. Selama jin itu mampu berbuat apa, maka sedemikian itulah hukum jin. Makanya hati hati dengan jin, jangan pernah main main dengannya.
Jangan sampai terpedaya oleh jin yang mengaku dewa.
Lebih baik berhubungan dengan dewa, karena itu jalan metafisika yang menuntun pada Sang Penciptanya.
Jin jin tingkatan sangat tinggi tak pernah berhubungan langsung dengan manusia.
Yang berhubungan langsung adalah jin jin tingkat rendah.
Hantu, siluman dan sejenisnya.
Sedangkan dewa selalu berhubungan langsung dengan manusia, walau tanpa disadari oleh manusia.
Tumbuhnya tanaman, berputarnya musim, hujan, cuaca, iklim, planet, bintang dan sebagainya tak luput dari dewa.
Dewa hanya sebutan nama dari bahasa Jawa, bahasa lain mungkin lain nama.
Mohon maaf, sekedar sudut pandang dari metafisika pewayangan tak ada hubungan dengan agama apapun, murni dari peristiwa alami sehari hari.
Kembali pada dewa Wisnu yang sedang mendirikan kahyangan.
Diantara lautan dengan langit, diantara barat dengan timur, diantara atas dengan bawah terdapatlah titik tengah yang berfungsi sebagai keharmonisan alam.
Di sanalah kahyangan dewa Wisnu berada.
Kahyangan yang berada ditengah tengah samudra luas, kahyangan yang berada ditengah tengah udara luas, kahyangan yang berada ditengah arah dinamailah kahyangan Untara Segara, yang berarti tengah dari segala yang dekat dan yang jauh.
Berdirinya kahyangan Untara Segara membuat alam makin nyaman dihuni.
Bangsa jin, manusia, hewan, tumbuhan dan seluruh penghuni alam benar benar merasakannya.
Semoga manusia selalu ingat bahwa boleh saja memuja bahasa dan kata tapi jangan lupa pada sosoknya.
Sesungguhnya kahyangan Untara Segara ( belum diberi nama ) sudah ada sebelum dewa diciptakan.
Sebelum Wisnu dan Laksmi lahir, tugasnya dijalankan oleh Ismaya dan Manikmaya.
Sebelum Manikmaya dan Ismaya, tugas dijalankan oleh hyang Tunggal dan seterusnya.
Dan kahyangannya masuk dalam Jamur Dwipa dan Jonggring Saloka, belum bernama.
Kelahiran Wisnu dan Laksmi melahirkan nama baru bagi tempat tinggal yang belum bernama...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar