Semar adalah putra kedua dari Hyang Tunggal dengan Dewi Rekatawati / Ikawati.
Sebagai Semar ia bertempat di padukuhan Karang Gemenggeng / Karang Kadempel / Klampis Ireng / Karang Tumaritis.
Tugasnya mengemong satria yang berjalan di atas kebenaran. Secara tersirat berarti Semar tahu tentang kebenaran dan membimbing orang lain ikut padanya. Satria yang ingin berjalan di atas kebenaran wajib dalam bimbingan Semar. Tanpa bimbingan Semar si satria akan tersesat jalan. Kulit hitam, muka pucat, perut buncit, mata sipit membuktikan Semar sudah dapat mencerna gunung Gunung Jamurdipa jelmaan Hyang Tunggal. Matanya sudah dapat melihat seluruh gunung. Telinganya sudah dapat mendengar semua suara gunung. Sayangnya Semar belum dapat mengejawantahkan Sang Hyang Tunggal dalam wujud gunung. Dari sanalah Semar mendapat fisik seperti itu dalam menjalankan kewajiban batin.
Sebagai Hyang Ismaya, ia bertempat di Kahyangan Jamur Dwipa di puncak Merapi, kayangan sunyi senyap seperti tak ada apa apa. Bagaikan cahaya yang melintas di ruang hampa, tak terlihat mata tapi ada dan akan terlihat jika mengenai obyek. Obyek yang terkena cahaya akan memantulkan cahaya sesuai warna obyeknya tapi sebenarnya yang tampak adalah cahayanya. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara otomatis ia berada di tengah tengah. Bisa masuk tak bisa keluar, bisa mendengar tak bisa memperdengarkan dan lain lain. Ia selalu berada di tengah tengah, tidak di kanan dan tidak di kiri, tidak di bawah dan tidak di atas. Ia kelanjutan dari Tejamaya yang menempati awal dari sesuatu.
Ibaratnya ia menjadi isi dari sebuah wadah.
Penghubung antara wadah / kulit dengan inti...
Semar
Ismaya
Sebagai Semar ia bertempat di padukuhan Karang Gemenggeng / Karang Kadempel / Klampis Ireng / Karang Tumaritis.
Tugasnya mengemong satria yang berjalan di atas kebenaran. Secara tersirat berarti Semar tahu tentang kebenaran dan membimbing orang lain ikut padanya. Satria yang ingin berjalan di atas kebenaran wajib dalam bimbingan Semar. Tanpa bimbingan Semar si satria akan tersesat jalan. Kulit hitam, muka pucat, perut buncit, mata sipit membuktikan Semar sudah dapat mencerna gunung Gunung Jamurdipa jelmaan Hyang Tunggal. Matanya sudah dapat melihat seluruh gunung. Telinganya sudah dapat mendengar semua suara gunung. Sayangnya Semar belum dapat mengejawantahkan Sang Hyang Tunggal dalam wujud gunung. Dari sanalah Semar mendapat fisik seperti itu dalam menjalankan kewajiban batin.
Sebagai Hyang Ismaya, ia bertempat di Kahyangan Jamur Dwipa di puncak Merapi, kayangan sunyi senyap seperti tak ada apa apa. Bagaikan cahaya yang melintas di ruang hampa, tak terlihat mata tapi ada dan akan terlihat jika mengenai obyek. Obyek yang terkena cahaya akan memantulkan cahaya sesuai warna obyeknya tapi sebenarnya yang tampak adalah cahayanya. Sebagai anak kedua dari tiga bersaudara otomatis ia berada di tengah tengah. Bisa masuk tak bisa keluar, bisa mendengar tak bisa memperdengarkan dan lain lain. Ia selalu berada di tengah tengah, tidak di kanan dan tidak di kiri, tidak di bawah dan tidak di atas. Ia kelanjutan dari Tejamaya yang menempati awal dari sesuatu.
Ibaratnya ia menjadi isi dari sebuah wadah.
Penghubung antara wadah / kulit dengan inti...
Semar
Ismaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar